Memang bukan waktu yang singkat lagi untuk ku pahami kehidupan ini. Tapi aku merasa baru kemarin aku terbangun dan merasakan denting-denting hidup yang tak selamanya akan terasa nikmatnya. Ketika aku membuka mata, aku tak dapat berpikir. Ketika aku mulai berbicara, aku merasa tak berguna. Ketika aku melangkah, aku tak punya tujuan.
Sejak kamu pergi, aku tak punya semangat lagi. Sejak kamu tak disini, aku bingung mencari tempat untuk merengkuh, dikala aku sedang gundah, dikala aku sedang sedih, dan dikala aku merasa sepi.
Aku merasa sendiri.. Tak ada yang peduli, mereka tak mengerti, aku membutuhkan setitik sanubari untuk sejenak saja membuatku tenang dan merasa tak sepi lagi.
Aku tak mengerti, mengapa embun bisa begitu menyejukkan dan membuat daun-daun terlihat begitu segar serasa tak ingin dia (embun) pergi darinya. dan ketika ia mulai menghilang, daun itu terlihat sayu, seperti aku, kini. sejak kehilanganmu.
Seperti daun-daun yang selalu merindukan embun dan mengharap ia hadir dan memberikannya kesejukan setiap pagi, aku pun begitu.
Aku merindukanmu, berharap waktu kan mempertemukan kita lagi. Seperti embun yang selalu membuat daun tersenyum di pagi hari. Aku iri.
Aku tak mengerti, mengapa hujan bisa turun begitu saja dan menghapus jejak-jejak kehidupan seketika. Ketika ia datang, ada yang bersuka ria menyambutnya, namun tak banyak juga yang mengharap kehadirannya. Seperti hujan, kamu datang dan membuat hati ini terasa damai merasakan rintik-rintik yang membasahi sanubari, namun ketika kamu pergi, hatiku gersang kembali.
Aku tak berpihak pada hujan, namun ia membuatku berpacu dalam kenangan. Aku tak membenci hujan, namun ketika ia datang, aku selalu teringat padamu, yang memberikan kesan dikala kita beradu bersama hujan. Aku tak menyukainya, aku tak suka mengingatnya, mengingat kenangan kita. Seiring datangnya hujan, kuharap ia menghapusnya, menghapus semua luka.
Aku tak mengerti, mengapa aku masih terus saja begini. Tak bisa berhenti, tak bisa berpaling, dan tak bisa terus berharap.